Jumat, 29 Juli 2016

Resensi Novel O

Gaya Eka Kurniawan dalam menuliskan novel O menggunakan alur maju mundur. Hingga saya dibuat bingung membaca, apakah ini saling berkaitan. Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memahami bagaimana keterkaitannya. Dengan gaya penulisan yang cenderung blak-blakan hingga saya dibuat shock ketika membaca, namun tetap ikut terjun kedalamnya.
Novel ini menceritakan bagaimana binatang dapat menjadi manusia ataupun manusia yang menjadi binatang.
O yang merupakan seekor monyet dan mempunyai kekasih bernama Entang Kosasih. Di Rawa Kalong, para tetua terlalu sering menceritakan bahwa terdapat monyet yang berubah menjadi manusia ialah Armo Gundul yang dalam ceritanya dia ikut dalam peperangan melawan monyet-monyet yang telah dipengaruhi kejahatan untuk menyerang manusia. Kisah-kisah yang telah diceritakan membuat Entang Kokasih ingin menjadi manusia.
Hingga pada suatu saat, Sobar dan Joni yang berprofesi sebagai polisi sedang ditugaskan di Rawa Kalong untuk mengamati seorang mujahidis. Hanya mengamati. Mujahidis tersebut setiap malam selalu melantunkan ayat suci al-Qur'an untuk memenuhi janji. Mujahidis tersebut dulunya seorang santri yang diminta tolong untuk mengajarkan al-Qur'an kepada seorang gadis. Gadis tersebut selalu memerhatikan suara-suara yang terdengar dan pada akhirnya sampailah kepada mujahids tersebut. Terciumlah perasaan antara mereka berdua yang diketahui oleh ayah sang gadis sehingga sang ayah marah dan memaki mujahidis dan si gadis yang pada akhirnya gadis tersebut dinikahkan dengan duda kaya raya. Si gadis sudah terlalu cinta dengan mujahidis dan tak sanggup apabila kesuciaanya direnggut oleh sang duda. Gadis melarikan diri dari rumah untuk mencari mujahidis yang telah meninggalkannya terlebih dahulu. Namun, si gadis pernah berpesan bahwa suatu saat mereka berdua pasti akan bertemu dalam kondisi bagaimanapun. Maka, bertemu lah mereka di Rawa Kalong dengan keadaan yang sudah tidak dikenali namun jiwa mereka masih terpaut sama sekali dan mereka akhirnya menikah. Selamat tinggal, Rawa Kalong.
Tugas Sobar dan Joni belumlah selesai. Mereka harus berhadapan dengan monyet-monyet Rawa Kalong.
Ada apa?
Ketika itu, ada seekor Sanca yang sedang mengincar anak kecil dan tertangkaplah anak tersebut. Dilililah dan dibanting supaya tak berdaya. Namun, monyet-monyet lebih memilih tak suka dengan Sanca walaupun monyet-monyet tak suka manusia. Mereka berteriak saling bersahutan, meminta tolong agar anak diselamatkan. Entang Kokasih mecoba untuk menyelamatkan si anak bayi agar bisa menjadi manusia. Diancamlah sanca dengan telur-telurnya akan dipecahkan. Sanca tak mau menggubris. Satu persatu, telur dipecahkan oleh Entang Kokasih. Hingga melihatlah sang polisi kejadian tersbut, dan sedikit heran dengan kejadian terset sampai tak menyangka ada seorang anak yang terlilit ditubuh sanca. Ibu sang anak menghampiri dan bertindak sebagai pahlawan untuk menyelamatkan anaknya. Si ibu melabrak Sanca, agar terlerai dengan si anak. Tersadar, kedua polis untuk turut membantu melerai. Sobar sudah siap siap mengambil revolver dan Joni memegang di bagian ujung ekor.
Ditembaki tepat dikepala sanca. And die. Selamat kepada Ibu dan Anak, walau dengan terluka.
Entang Kokasih kagum dengan cara manusia membunuh. Diambilnya revolver punya Sobar.
Sobar baru tersadar bahwa revolver sudah tidak berada ditangannya. Mencari-cari dan kembali ke hutan.
Oh, ternyata digenggaman monyet. Sial.
Berfikir, bagaimana bisa revolver berada di monyet dan bagaimana merebut kembali.
Di suruhlah Joni untuk menembak Entang Kokasih.
Namun, pada akhirnya revolver menyerang Joni dengan segala trik yang digunakan Entang Kokasih. Matilah Joni.


0 komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya.
Semoga bermanfaat.