Hidupku
rasanya sudah tidak berarti lagi. Rasanya aku pengin mati saja. Hidup tak
berguna, ketika aku matipun sepertinya tidak akan ada yang peduli. Bagaimana
tidak, aku hidup di antara orang tua yang cinta akan pertengkaran, sibuk akan
urusan mereka sendiri, pergi sendiri-sendiri apapun kegiatan mereka seakan
membuatku sudah terbiasa. Sedangkan aku tak punya kesibukan apapun selain
belajar dan bermain. Dan semua itu membuatku jenuh sekali. Sampai pada akhirnya
akupun sudah tak ingat lagi masa-masa di mana aku bersama mereka. Hingga
akhirnya, ketika kejenuhan itu datang aku selalu melampiaskannya dengan mengambil
sebatang rokok dan mengepulkannya ke atas langit. Melukis dengan kepulan
asapnya menjadi gambaran kehidupan yang aku alami dan terkadang sering
mengumpat akan kekecewaan hidup ini. Itu rasanya cukup menjadi sahabat paling
setia ketika dalam kesunyian dan kesendirian. Dan berulang kali aku lakukan hal
seperti itu tanpa ada yang mengetahui. Sepertinya aku terbebaskan dari berbagai
masalah yang aku hadapi. Aku melakukannya sejak orang tuaku mulai sibuk dengan
segala kegiatan mereka. Ya itu aku lakukan ketika berumur 10 tahun yang tadinya
hanya coba-coba satu batang dan akhirnya aku mampu menghabiskannya 2 bungkus
dalam sehari. Terkadang aku heran juga, kenapa aku bisa melakukannya. Tapi itu
tak membuatku merasa kapok untuk mencoba menjamahnya kembali. Uang sudah ada
yang menyuplainya, mau dikemanakan juga
tidak ada yang menanyakannya. Ya, aku sudah terlalu nyaman bersamanya.
Suatu ketika, akupun merasa dalam tubuhku
mengalami kontraksi yang membuatku menjadi batuk-batuk dan sedikit merasa
pusing. Namun, aku masih sangat setia dengannya. Semakin aku mengalami
batuk-batuk, akupun selalu menambah porsi dari sebelumnya. Dan sampai saat ini
pun masih belum ada orang yang mengetahui bahwa aku adalah pecinta rokok. Hal
ini semakin membuatku menangis dan rasanya ingin benar-benar mati. Dalam
pikiranku, aku selalu bertanya-tanya kemanakah mereka pergi? Apakah aku sudah tidak
punya orang-orang yang menyayangi diriku? Ataukah mereka sudah tidak ada di
dunia ini? Apakah aku perlu menyusulnya? Beribu-ribu pertanyaan selalu aku
lontarkan dalam keadaanku yang semakin hari semakin sekarat. Makan dan minumpun
aku sudah malas, yang mampu untuk menembus sistem pencernaan, pernapasan dan
hasratku hanyalah rokok yang selama ini menemaniku.
Hingga pada akhirnya, aku sudah tidak mampu bertahan menghadapi perlawanan dari serangan dari dalam tubuhku. Akupun memberanikan diri untuk berkonsultasi pada dokter dan dokterpun memvonis mengidap penyakit kanker mulut. Akupun menjadi pasrah dan sudah tidak berdaya lagi. Rasa untuk sembuh sekan benar-benar tidak ada lagi. Akupun seakan sudah siap akan apapun yang terjadi nantinya, tanpa ada satu orangpun yang akan menemani ketika aku sudah tidak ada lagi di dunia. Aku hanya bisa berbaring dalam kamar. Kulitpun menjadi keriput, tubuhku semakin mengurus, yang terlihat hanyalah tulang belulang. Kanker tersebut telah menampakkan dirinya padaku, dia semakin hari mengeluarkan cairan ketika pecah yang menimbulkan bau busuk yang mengundang lalat dan sebangsanya untuk berebut tempat untuk menemani bagian tubuhku ini menjadi tempat bagi mereka.
Hingga pada akhirnya, aku sudah tidak mampu bertahan menghadapi perlawanan dari serangan dari dalam tubuhku. Akupun memberanikan diri untuk berkonsultasi pada dokter dan dokterpun memvonis mengidap penyakit kanker mulut. Akupun menjadi pasrah dan sudah tidak berdaya lagi. Rasa untuk sembuh sekan benar-benar tidak ada lagi. Akupun seakan sudah siap akan apapun yang terjadi nantinya, tanpa ada satu orangpun yang akan menemani ketika aku sudah tidak ada lagi di dunia. Aku hanya bisa berbaring dalam kamar. Kulitpun menjadi keriput, tubuhku semakin mengurus, yang terlihat hanyalah tulang belulang. Kanker tersebut telah menampakkan dirinya padaku, dia semakin hari mengeluarkan cairan ketika pecah yang menimbulkan bau busuk yang mengundang lalat dan sebangsanya untuk berebut tempat untuk menemani bagian tubuhku ini menjadi tempat bagi mereka.
Malaikatpun
sepertinya sudah muak melihatku berada lama-lama di dunia. Diapun memaksaku
untuk ikut bersama dengan dirinya. Namun, dia sengaja menyisakan rasa laparku
tertinggal di dunia. Sehingga, aku terlihat seperti masih seperti manusia.
Padahal aku bukan manusia lagi, lebih tepatnya seperti hewan yang hanya mempunyai
rasa lapar tanpa adanya akal. Akupun hanya bisa makan daging termasuk lalat
yang ada di sekitar mulutku yang aku jilati, tikus, serangga bahkan manusia.
Ketika memakan manusia, itu sepertinya rasa gairah memakanku meningkat. Akupun semakin
menjadi, yang membuatku berani untk berkeliaran untuk mencari mangsa. Hingga
suatu ketika, aku menemukan anak kecil yang sangat menggugah seleraku. Aku
mendekatinya dan langsung memakannya. Pada saat itupun, terdapat polisi yang
siap untuk menembak. Namun, aku mencium bau segar dan aku langsung mengarah ke
polisi. Hingga pelurupun menembus kepalaku yang pada akhirnya membuatku sudah
tidak ada didunia ini